Tanda-Tanda Kemunduran Demokrasi?
Peneliti senior di Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN Prof. Dr. R. Siti Zuhro menilai apa yang terjadi kurang dari satu bulan sebelum pemungutan suara ini, menunjukkan kemunduran demokrasi dan tidak dipatuhinya etika berpolitik.
“Kita sudah enam kali pemilu, mengapa masih ontrang-antring. Ini bukan hanya stagnasi tetapi mundur. Kalau hukum saja sudah di-ontrang-antring seperti ini, bagaimana nasib demokrasi kita. Kita jadi khawatir ada perspektif yang gloomy pada demokrasi kita karena etika tidak lagi dikhidmadkan… Pemilu 2024 ini memberi nuansa yang beda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Kita dihadapkan pada drama distorsi tahapan pemilu yang merupakan penyimpangan,” jelasnya.
“Mulai dari proses rekrutmen capres/cawapres, usulan tiga periode, tunda pemilu, konflik internal partai – di Partai Demokrat, Partai Golkar – judicial review UU Pemilu ke MK, hingga judicial review usia capres/cawapres yang menghasilkan anak haram konstitusi, dan netralitas aparat negara. Ini semua menunjukkan arah pemilu Indonesia ke arah distorsi. Walhasil public distrust (ketidakpercayaan publik) pada penguasa pun meningkat dan semua jadi khawatir, bukan hanya publik tetapi juga partai politik dan para politisi, akan nasib bangsa ini ke depan,” lanjutya.
Hal senada disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, yang secara blak-blakan menyebut Pasal 4 dan Pasal 9 UUD 1945 yang menegaskan urgensi netralitas seorang presiden.
“Netralitas tidak hanya ditentukan oleh hal-hal yang berkenaan dengan konteks dan UUD, tetapi juga oleh personalitas untuk menjelaskan suatu perilaku. Sayangnya, personalitas untuk menjelaskan perilaku ini seringkali bukan merupakan ranah hukum. Tapi ketaatan pada etika ikut menentukan netralitas. Sampai sejauh mana presiden memahami pentingnya etika dalam menjalankan negara. Presiden haruslah memimpin setiap proses tahapan pemilu dengan bertindak netral karena presiden merupakan kepala pemerintahan dan kepala negara, dan dalam sistem presidensiil, presiden adalah aktor yang sangat penting demi terwujudnya penyelenggaraan negara yang demokratis dan berlandaskan hukum,” sebutnya.
Kegusaran publik dengan sikap Presiden Joko Widodo dalam pilpres 2024 sebenarnya telah tercermin dari hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia LSI pada awal November lalu, yang menunjukkan bahwa 28,7 persen responden menilai presiden tidak netral dan berpihak pada salah satu pasangan capres/cawapres.
Meskipun begitu 60,5 persen responden tetap yakin pada netralitas aparat negara atau pemerintahan. Survei LSI ini menggunakan teknik wawancara lewat telpon atas 1.426 responden yang sebarannya mewakili demografi populasi di seluruh Indonesia, berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. [voa]
Jaringan: VOA
Editor: Anton Marulam