DPR Diminta Tindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Presidential Threshold

Seorang pria berjalan melintas di depan spanduk tiga calon presiden dan wakil presiden dalam pilpres 2024, di Jakarta, 22 Januari 2024. (Foto: Dita Alangkara/AP Photo)
Seorang pria berjalan melintas di depan spanduk tiga calon presiden dan wakil presiden dalam pilpres 2024, di Jakarta, 22 Januari 2024. (Foto: Dita Alangkara/AP Photo)

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2 Januari lalu menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen.  Sejumlah pengamat mendorong DPR untuk segera menindaklanjutinya dan membuka ruang demokrasi seluas-luasnya agar tidak lagi bersifat elitis dan oligarkis. 

Meskipun telah lebih dari 30 kali diajukan oleh beragam individu dan kelompok penggiat demokrasi, dan selalu kandas dengan berbagai pertimbangan hukum, empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tidak menyurutkan langkah untuk kembali menggugat Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7/Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait syarat persentase ambang batas presiden atau presidential threshold. Di luar dugaan, Mahkamah Konstitusi (MK) kali ini mengabulkan gugatan itu dan menghapus ketentuan soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.

Bacaan Lainnya

Pasal 222 yang berbunyi “pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya,” dinilai bertentangan dengan Pasal 6A ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang menurut MK memberi hak kepada partai politik yang ikut bertarung dalam pemilu untuk mengajukan calon presiden dan wakil presidennya.

Dalam putusannya pada 2 Januari lalu, MK menilai aturan ambang batas yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu itu justru hanya bisa digunakan oleh partai besar atau koalisi partai yang memenuhi syarat. Hal yang jelas bertentangan dengan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945.

Pos terkait