Diaspora Amerika Pesimis Tentang Gaza: “Siapapun Presiden AS, Konflik Tak Bakal Berakhir”

Seorang pendemo membentangkan papan bergambar Kamala Harris dan Donald Trump dengan tulisan "Berhenti Mendukung Para Borjuis" saat aksi unjuk rasa di Los Angeles memperingati setahun perang Hamas-Israel, 5 Oktober 2024. (RINGO CHIU / AFP)
Seorang pendemo membentangkan papan bergambar Kamala Harris dan Donald Trump dengan tulisan "Berhenti Mendukung Para Borjuis" saat aksi unjuk rasa di Los Angeles memperingati setahun perang Hamas-Israel, 5 Oktober 2024. (RINGO CHIU / AFP)

Warga Amerika di Indonesia tak mau ketinggalan memilih presidennya dalam pemilu 2024. Namun, ada juga yang bolos “nyoblos” karena tak puas dengan kebijakan para capres soal Gaza.

JAKARTA — Jarak tak jadi halangan berarti bagi warga negeri Paman Sam di Indonesia untuk bisa berpartisipasi dalam pesta demokrasi empat tahunan Amerika. Sejumlah isu menjadi bahan pertimbangan dalam memilih jagoan mereka.

Bacaan Lainnya

Kembali pecahnya konflik di Gaza membayangi pilpres AS kali ini, utamanya bagi para pemilih muslim dan komunitas Arab-Amerika–ladang basah suara Partai Demokrat–yang vokal menentang kebijakan pro-Israel pemerintah Amerika Serikat.

Di Indonesia, sejumlah diaspora Amerika yang nyoblos mengaku pesimis pemilu akan mengubah konflik di Gaza dan Timur Tengah.

“(Konflik di Timur Tengah) ini isu yang terus terjadi,” kata Douglas Leurquin, diaspora Amerika asal Wisconsin, kepada VOA.

“Menurut saya, siapa pun yang menang pilpres tak bakal menyelesaikan konflik di Timur Tengah,” lanjut pengajar bahasa Inggris yang sudah menetap di Indonesia sejak 1995.

Senada dengan Douglas, diaspora AS lainnya asal Michigan, Jerry Chamberland, menyatakan isu ini menjadi kesulitan tersendiri bagi para pemilih Partai Demokrat.

“Saya merasa bahwa konflik ini kemungkinan tak bakal segera selesai,” ragu pria pensiunan yang sudah dua dekade lebih tinggal di tanah air.

Jerry mengaku sering tak setuju dengan kebijakan luar negeri Amerika.

“Tak ada, tak ada, tak ada yang bisa dibenarkan atas perlakuan seperti sekarang ini terhadap rakyat Palestina,” lanjutnya, “Sebelum perang ini dimulai, tak ada juga dukungan nyata dan progres terhadap pendirian sebuah negara Palestina.”

“Rakyat Palestina jadi bagian dari korbannya.”

Pos terkait