Satu Dekade Jokowi: Runtuhnya Demokrasi Hantui Warisan Pertumbuhan Ekonomi

Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan para menteri kabinet usai pelantikan kabinet baru Jokowi periode kedua, di Istana Kepresidenan, Jakarta, 23 Oktober 2019. (Foto: Willy Kurniawan/Reuters)
Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan para menteri kabinet usai pelantikan kabinet baru Jokowi periode kedua, di Istana Kepresidenan, Jakarta, 23 Oktober 2019. (Foto: Willy Kurniawan/Reuters)

Jokowi awalnya dipuji karena latar belakangnya yang tak memiliki hubungan militer, dan tidak terhubung dengan oligarki sipil yang kuat di Tanah Air.

JAKARTA – Joko Widodo, calon presiden dari warga sipil, tampil sangat mengesankan satu dekade yang lalu. Ia tampak hadir dalam sebuah acara apel siaga ribuan pendukungnya dengan menggunakan ikat kepala putih bertuliskan ‘Satgas Anti Pilpres Curang’.

Bacaan Lainnya

Pada saat itu, Jokowi muncul sebagai sosok yang diharapkan mampu memenuhi harapan masyarakat akan demokrasi dan perubahan, dengan harapan Indonesia dapat menjadi lebih baik dan lebih bersih.

Setelah dua periode dan satu dekade berkuasa, Jokowi berhasil meninggalkan warisan yang signifikan di Indonesia, negara berpenduduk 280 juta jiwa, dengan catatan pertumbuhan ekonomi yang kuat, dan pembangunan infrastruktur secara masif.

Namun, sejumlah pakar mencatat bahwa kepemimpinan Jokowi juga ditandai dengan munculnya kembali corak kekuasaan gaya lama, politik dinasti, serta penurunan integritas di lembaga peradilan dan institusi pemerintah lainnya.

Para analis memperkirakan bahwa tren tersebut kemungkinan akan berlanjut di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, sosok yang dekat dengan penguasa Orde Baru.

Pada pemilihan presiden tahun ini, Jokowi mengabaikan calon dari partainya sendiri, dan justru mendukung kemenangan Prabowo, yang memilih putra Jokowi sebagai calon wakil presiden.

“Jokowi membuat banyak kerusakan pada demokratisasi dalam beberapa tahun terakhir,” kata analis politik Kevin O’Rourke. “Sulit untuk melihat bagaimana hal itu dapat dipulihkan.”

Jokowi awalnya dipuji karena latar belakangnya yang tak memiliki hubungan militer, dan tidak terhubung dengan oligarki sipil yang kuat di Indonesia.

Ia kini meninggalkan jabatannya dengan tuduhan bahwa dia berusaha mengamandemen undang-undang demi keuntungan keluarganya, serta mengendalikan lembaga negara untuk menekan para lawan politiknya.

Tuduhan itu mencerminkan perubahan yang signifikan dari citra awalnya sebagai pemimpin yang anti-korupsi dan berpihak pada demokrasi.

Juru bicara kantor presiden tidak menanggapi permintaan komentar. Jokowi mengatakan pada Juli bahwa demokrasi berkembang pesat di negara ini, dengan mengutip penyelenggaraan pemilu dan kebebasan berpendapat.

Jokowi sebelumnya bergelut dalam bidang furnitur di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Karier politiknya dimulai saat ia naik jabatan dari Wali Kota Solo menjadi Gubernur Jakarta pada 2012, sebelum akhirnya berhasil terpilih menjadi presiden pada 2014, mengalahkan Prabowo.

Ia kembali mengalahkan Prabowo pada Pilpres 2019. Namun, Jokowi memilih Prabowo untuk menjabat sebagai menteri pertahanan.

Saat Jokowi lengser pada 20 Oktober, warisannya yang terpenting adalah menyerahkan Indonesia ke tangan Prabowo, mantan menantu penguasa otoriter Soeharto dan putra mantan begawan ekonomi, Soemitro Djojohadikusumo.

“Ia memberikan dukungan kepada Prabowo, dan itu sudah membahayakan lembaga-lembaga demokrasi Indonesia,” kata O’Rourke.

Pos terkait