Nganjuk, JurnalTerkini.id – Lelang terbuka atau open bidding adalah lelang di mana peserta lelang dapat melihat penawaran yang diajukan oleh peserta lain.
Dalam lelang terbuka, peserta dapat menaikkan tawaran mereka hingga tidak ada yang bersedia mengajukan tawaran lebih tinggi.
Contoh lelang terbuka yang paling umum adalah lelang Inggris, di mana harga dimulai rendah dan meningkat hingga penawar terakhir bertahan.
Dalam lelang terbuka, peserta lelang dapat melihat nilai penawaran yang diajukan oleh peserta lain melalui kode acak dari sistem yang dikembangkan oleh Lelang.go.id.
Masyarakat dapat mengikuti lelang secara online melalui Aplikasi Lelang Indonesia atau laman resmi lelang.go.id.
Dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah, metode pemilihan Penunjukan Langsung (juksung) sering diselubungkan dengan e-Purchasing menggunakan e-katalog. E-katalog sering dianggap sebagai cara yang aman dari berbagai ancaman seperti audit, penyedia lain, LSM, dan lain-lain. Namun, apakah benar demikian? Mari kita telaah lebih lanjut.
Bagi Oknum PPkom Dinas PUPR Nganjuk, PMH (Perbuatan Melawan Hukum) di “Juksung” E-Katalog: Mudah atau Susah?.
Ada yang berpendapat bahwa untuk menghindari masalah hukum, penyedia lain, LSM, dan sebagainya, lebih baik menggunakan metode juksung melalui e-katalog. Namun, jangan salah, justru metode ini paling mudah mendapatkan PMH (Perbuatan Melawan Hukum).
Bayangkan saja, ada penunjukan langsung (juksung) untuk proyek pembangunan jembatan. Banyak masalah yang mudah ditemukan dalam juksung tersebut. Mengapa bisa demikian? Bukankah sudah pakai katalog elektronik LKPP yang “terjamin aman” dan transparan, ungkap pemerhati konstruksi Sudarmadi (57) ketika bersama wartawan, Jum’at (15/11/2024).
Mengapa Juksung berkedok e-Purchasing Rentan terhadap PMH? Dengan perkembangan teknologi digital saat ini, informasi sangat mudah menyebar. Sesama auditor, penyedia, dan LSM dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan proyek. Hal ini membuat juksung berkedok e-Purchasing lebih mudah terdeteksi pelanggarannya dibandingkan dengan tender terutama bila tidak berkesesuaian dengan Keputusan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022.
Menurut Sudarmadi, bagi oknum Dinas PUPR Nganjuk, yang nakal karena melaksanakan e-Purchasing konstruksi yang tidak sesuai dengan Keputusan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022, sangat mudah terkena PMH yang dapat berakibat pada sanksi hukum bagi pelaku pengadaan.(ndar)