Ekonom Nilai Defisit APBN Masih Aman, Serukan Pemerintah Gali Carbon Tax
Diwawancarai oleh VOA, ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan dengan defisit APBN secara keseluruhan yang cenderung diperkirakan melebar dari yang sudah ditargetkan yakni 2,7 persen masih cenderung aman, mengingat masih sesuai dengan UU APBN yaitu terjaga di bawah tiga persen dari PDB.
Namun, pemerintah kata Josua harus menaruh perhatian serius terhadap penerimaan negara yang dari waktu ke waktu cenderung lesu. Seiring berjalannya waktu, hal tersebut tentu bisa berdampak tidak baik pada pengelolaan anggaran negara di masa yang akan datang.
“Saya surprise bahwa ini (perkiraan defisit) di atas 2,5 persen. Tetapi kalau kita melihat pada benchmarking tiga persen terhadap GDP berarti masih manageable. Lalu juga dari sisi dampaknya juga debt pemerintah sebenarnya masih tetap manageable,” ungkap Josua.
“Tetapi tadi yang perlu kita lihat lagi adalah pemerintah mau gak mau penerimaannya harus take it seriously artinya, kalau belanjanya mau besar terus tetapi pendapatannya tidak ditingkatkan ya defisitnya akan terus membengkak. Artinya kekhawatiran dari rating agency beberapa waktu yang lalu yang bilang akan ada risiko fiskal pemerintah, ini memang akan bisa meningkat. Jadi pemerintah harus meningkatkan dari sisi penerimaan pajak agar lebih sustain lagi ke depannya,” tambahnya.
Josua menjelaskan, pemerintah bisa menggali potensi sumber penerimaan pajak yang masih belum dioptimalkan dengan baik seperti salah satunya carbon tax. Selain itu, pemerintah juga harus bisa memperbaiki administrasi perpajakan dengan baik seperti mengkoneksikan KTP menjadi NPWP. Dengan begitu sasaran pajak dari sisi individu akan bertambah lagi.
Sumber-sumber penerimaan pajak dari kalangan masyarakat kelas atas, kata Josua juga belum dimaksimalkan dengan baik. Ia melihat pemerintah saat ini cenderung hanya menyasar kelas menengah untuk menarik pajak seperti pemungutan gaji untuk tapera yang menimbulkan berbagai kontroversi.
“Juga mencari sumber-sumber perekonomian yang baru, jangan hanya kepada yang non renewable energy saja, karena itu akan mempengaruhi juga sustainability dari pajaknya juga. Tetapi kalau kita punya sumber ekonomi baru, misalnya manufacturing kah, atau digital economy atau optimalisasi dari carbon tax yang sudah ada, saya pikir penerimaan pajak kita akan jauh lebih resilien dan sustain ke depannya,” tegasnya.
Terkait target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,0-,5,2 persen, menurutnya juga masih masuk akal. Namun, ia menggarisbawahi dengan kondisi dan situasi yang masih diliputi ketidakpastian, keseluruhan pertumbuhan ekonomi tanah air pada tahun ini akan cenderung berada pada batas bawah daripada target tersebut. [voa]
Jaringan: VOA