Pengangkatan sejumlah politisi pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto sebagai petinggi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi sorotan sejumlah pihak. Pasalnya penempatan seseorang di jabatan publik, termasuk BUMN, harus berdasarkan pada kompetensi dan proses seleksi yang terbuka.
Penunjukan sejumlah politisi pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto sebagai komisaris di perusahaan perusahaan pelat merah dianggap sebagai bentuk konflik kepentingan.
Penempatan jabatan di sejumlah badan usaha milik negra (BUMN) yang tidak didasarkan pada profesionalisme dan kompetensi yang memadai diyakini akan mempengaruhi tata kelola perusahaan, merusak budaya profesionalitas, dan menimbulkan spekulasi bisnis yang negatif.
Pandangan itu disampaikan Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko.
“Konflik kepentingannya nampak jelas. Bukan faktor profesionalitas, bukan faktor kompetensi yang dikedepankan, tetapi lebih pada faktor kedekatan. Ini sungguh sangat miris karena kita tahu BUMN hari ini menjadi salah satu entitas badan usaha yang perlu,” ujar Wawan, Jumat (14/6/2024).
Bagi-bagi jatah kursi komisaris di BUMN bagi pendukung Prabowo akhir-akhir ini menuai reaksi publik. Mantan Wakil Ketua Dewan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie diangkat menjadi Komisaris Mining Industry Indonesia (MIND ID). Selain Grace, Fuad Bawazier, seorang politikus Partai Gerindra, juga menduduki jabatan komisaris utama.
Selain itu, ada pula anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Gerindra, Siti Nurizka Puteri Jaya diangkat sebagai Komisaris PT Pupuk Sriwijaya (Persero). Condro Kirono dan Simon Aloysius Mantiri yang merupakan Wakil Ketua dan Bedahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran masing-masing ditunjuk sebagai Komisaris Independen dan Komisaris Utama PT Pertamina. Sementara Prabu Revolusi menduduki jabatan Komisaris Independen PT Kilang Pertamina Internasional.