JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto tidak punya rencana untuk mengerek rasio utang menjadi 50% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Reuters melaporkan hal itu mengutip pernyataan oleh Thomas Djiwandono, politisi Partai Gerindra, yang memimpin diskusi fiskal antara tim ekonomi Prabowo dan Kementerian Keuangan pemerintahan saat ini.
Pernyataan tersebut membantah laporan sebelumnya yang merugikan mata uang rupiah dan pasar obligasi.
Thomas mengatakan kepada Reuters bahwa Prabowo belum menetapkan target apa pun untuk tingkat utang dan akan mematuhi batasan hukum terkait metrik-metrik fiskal.
Nilai tukar rupiah turun 0,9% dan bagi hasil (yield) obligasi pemerintah bertenor 10 tahun melonjak pada Jumat (14/6). Imbas pada rupiah dan yield obligasi sebagian karena kekhawatiran mengenai kondisi fiskal setelah Bloomberg melaporkan Prabowo ingin menaikan rasio utang-terhadap-PDB secara bertahap menjadi 50% dari saat ini 40% selama masa jabatan lima tahunnya.
“Kami tidak sedang membicarakan mengenai target utang-terhadap-PDB sama sekali. Ini bukan rencana kebijakan formal,” kata Thomas, yang juga keponakan Prabowo.
Prabowo, yang akan dilantik pada Oktober, mengatakan bulan lalu bahwa Indonesia “harus lebih berani” mengambil utang untuk membiayai program-program pembangunan dan mencapai target pertumbuhan 8 persen yang diusungnya. Namun, Prabowo juga berulang kali berjanji akan mematuhi batas defisit anggaran.
“Penting untuk dicatat bahwa ini lah mengapa Prabowo dan tim formalnya membicarakan soal kehati-hatian fiskal karena hal itu masuk dalam prinsip-prinsip tersebut,” kata Thomas. “Apa pun tentang tingkat utang atau melampaui defisit adalah kebisingan [noise].”