Solar Ilegal Merajalela di Perairan Karimun

Keterlibatan oknum aparat diduga menjadi penyebab merajalelanya solar ilegal di perairan Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.

Keberadaan solar ilegal yang diduga hasil “kencing minyak” dari kapal-kapal tugboat menambah penderitaan masyarakat nelayan tradisional.

Nelayan kesulitan mendapatkan solar bersubsidi yang harganya lebih murah dibandingkan solar ilegal hasil kencing minyak itu.

Atan, nelayan mengatakan solar ilegal lebih mudah didapat dari pada solar bersubsidi. Nelayan kesulitan mendapatkan solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar terapung di perairan Karimun dengan alasan persediaan terbatas.

“Kami dibatasi membeli solar dengan alasan persediaan terbatas, paling-paling kami hanya diberi satu jerigen solar yang jelas tidak cukup untuk sekali melaut menangkap ikan,” kata Atan.

Sedangkan solar ilegal, kata dia, mudah didapat namun harganya lebih mahal. Jika harga solar subsidi sebesar Rp4.500 per liter, maka harga solar ilegal bisa mencapai Rp5.500 hingga Rp6.500 per liter.

“Per jerigen solar bisa mencapai Rp210.000,” ucapnya.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Karimun Amirullah mengatakan keberadaan solar ilegal sudah sejak lama sehingga menyulitkan nelayan.

“Kalau soal minyak kencing sudah bukan rahasia lagi, nelayan terpaksa membeli solar ilegal itu meski harganya mahal,” katanya.

Data diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Karimun menyebutkan bahwa kuota solar subsidi untuk nelayan mencapai 3,3 juta liter per tahun. Sedangkan jumlah nelayan tradisional mencapai 8.000 orang, minus nelayan sampan dayung.

“Kemana alokasi solar bersubsidi itu sementara nelayan sering kali mengeluh karena sulit mendapatkannya,” kata Amirullah lagi.

Aparat penegak hukum diminta mengusut para mafia BBM yang meresahkan nelayan tersebut, terutama aparat penegak hukum pusat karena praktik penyimpangan solar bersubsidi seolah-olah luput dari perhatian aparat hukum di daerah.

“Praktek pengoplosan BBM jenis solar dengan minyak tanah sudah bukan rahasia lagi, mereka kemudian menjualnya ke industri dan sebagian kepada nelayan dengan harga mahal,” kata Jhon, Ketua LSM Kiprah.(rus)

Pos terkait