Kejati Tahan PAM Oknum Wakil Rakyat Provinsi Kalbar

Aspidsus Kejati Kalbar, Siju, SH, MH., saat konferensi pers di lantai 3 Kejati Kalbar. Oknum anggota DPRD Provinsi Kalbar, PAM ditahan selama 20 hari sejak Senin (28/10/2024).(Dokumentasi pribadi)
Aspidsus Kejati Kalbar, Siju, SH, MH., saat konferensi pers di lantai 3 Kejati Kalbar. Oknum anggota DPRD Provinsi Kalbar, PAM ditahan selama 20 hari sejak Senin (28/10/2024).(Dokumentasi pribadi)

Pontianak, JurnalTerkini.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar) kembali menetapkan satu tersangka kasus pengadaan tanah Bank Kalbar 2015, yakni oknum anggota DPRD Provinsi Kalbar, ditetapkan sebagai tersangka, Senin 28 Oktober 2024.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalbar, Siju menyampaikan hal itu dalam konferensi pers di lantai 3 Kejati Kalbar, Senin 28/10/2024.

Bacaan Lainnya

“PAM merupakan salah satu oknum Anggota DPRD Provinsi Kalbar, ditahan selama 20 hari terhitung tanggal 28 Oktober 2024. Untuk pengembangan lebih lanjut,” kata Siju.

Sedangkan kronologis perkara tersebut, bahwa ada bank milik Pemerintah Daerah terdapat kegiatan pengadaan tanah untuk dibangun kantor pusat pada 2015 dengan total harga perolehan sebesar Rp99.173.013.750.- (Sembilan puluh sembilan miliar seratus tujuh puluh tiga juta tiga belas ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) dengan luas tanah seluas 7.883 M².

“Pada pelaksanaannya terdapat kelebihan pembayaran yang dihitung selisih berdasarkan bukti transfer pembelian tanah tersebut dengan yang diterima oleh pihak pemilik tanah bersertifikat Hak Milik lebih kurang sebesar Rp30.000.000.000 (tiga puluh miliaran rupiah) yang saat ini dalam perhitungan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat.

Berdasarkan keterangan para saksi, jelas dia, alat bukti yang diperoleh dengan didukung bukti-bukti lain maka PAM ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor: R-05/O.1/Fd.1/10/2024 Tanggal 28 Oktober 2024, selaku pihak ketiga yang menerima kuasa dari Penjual.

“PAM Tersangka yang akan dimintai pertanggungjawabannya secara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” katanya. (rah)

Pos terkait