Studi Ungkap 610 Spesies Burung Punah dalam 130.000 Tahun

Burung-burung terbang saat seorang perempuan mengendarai sepedanya di Chicago pada tanggal 1 Februari 2013. Sebuah studi baru menemukan bahwa 610 spesies burung dalam 130.000 tahun. (Foto: AP)
Burung-burung terbang saat seorang perempuan mengendarai sepedanya di Chicago pada tanggal 1 Februari 2013. Sebuah studi baru menemukan bahwa 610 spesies burung dalam 130.000 tahun. (Foto: AP)

Para peneliti juga mengungkapkan bahwa ternyata kepunahan spesies burung-burung tersebut ternyata membawa dampak pada ekologis.

WASHINGTON — Burung Dodo, yang tak bisa terbang dan berasal dari Pulau Mauritius di Samudra Hindia, menjadi contoh konkret bagaimana ulah manusia dapat menyebabkan hewan punah. Dodo ditemukan pertama kali oleh pelaut Belanda pada 1598.

Bacaan Lainnya

Hewan itu bisa beradaptasi dengan baik di ekosistem pulau yang terisolasi, tetapi tidak siap menerima kehadiran manusia. Perburuan, kerusakan habitat, dan masuknya spesies asing mengakibatkan Dodo punah dalam waktu kurang dari 80 tahun.

Dodo bukan satu-satunya burung yang punah. Sebuah studi baru-baru ini berhasil mendokumentasikan 610 spesies burung yang punah dalam 130.000 tahun terakhir, seiring dengan penyebaran global Homo sapiens. Krisis kepunahan burung semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir, seperti yang terjadi pada Kauaʻi ʻōʻō, burung penyanyi asal Hawaii, yang dinyatakan punah tahun lalu.

Para peneliti juga mengungkapkan bahwa ternyata kepunahan spesies burung-burung tersebut ternyata membawa dampak pada ekologis. Mereka mengatakan hilangnya spesies burung turut menghilangkan fungsi penting yang mereka jalankan dalam ekosistem, sehingga mengganggu keseimbangan di banyak habitat.

“Burung menjalankan sejumlah fungsi ekosistem yang sangat penting, banyak di antaranya yang kita andalkan, seperti penyebaran benih, konsumsi serangga, daur ulang bahan mati, sepeerti burung nasar, serta fungsi penyerbukan. Jika kita kehilangan spesies, kita kehilangan fungsi-fungsi ini,” kata pakar ekologi Tom Matthews dari Universitas Birmingham di Inggris, penulis utama studi yang diterbitkan minggu ini di jurnal Science.

Pos terkait