Menkeu: Program Makan Bergizi Gratis Rp71 Triliun Masuk RAPBN 2025

Simulasi Makan Siang Gratis di SMPN 2 Curug, Tangerang. (Sumber: ekon.go.id)
Simulasi Makan Siang Gratis di SMPN 2 Curug, Tangerang. (Sumber: ekon.go.id)

Win-Win Solutions

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan kesepakatan ini adalah sebagai win-win solution antara pemerintahan Jokowi dan pemerintahan Prabowo. Pasalnya, di periode kedua kepemimpinannya, Jokowi sebenarnya sudah ingin fokus untuk meningkatkan kualitas SDM tanah air. Namun,katanya. karena dihantam pandemi, maka anggaran negara harus terbelah untuk menyelesaikan permasalahan pandemi tersebut.

Bacaan Lainnya

Selain itu, kesepakatan tersebut setidaknya dalam jangka pendek dinilainya cukup tepat. Hal ini juga terlihat dari pasar yang merespons kabar ini dengan cukup baik.

“Sebenarnya dengan disepakatinya oleh presiden terpilih bahwa anggaran di 2025 khususnya terkait dengan makan bergizi gratis ini yang Rp71 triliun, berarti sebenarnya ini cenderung positif dalam jangka pendek dan pasar cenderung calm karena kondisi hari ini rupiah menguat dan lebih baik dibandingkan dengan Asian currency lainnya. Dan ini saya pikir memang efek dari konferensi pers hari ini,” ungkap Josua.

Menurutnya, wajar jika kemudian Prabowo akhirnya memutuskan untuk menjalankan program makan bergizi gratis ini secara bertahap. Pasalnya, program ini memang tidak mudah untuk dijalankan karena membutuhkan logistik dan rantai pasokan bahan baku dan makanan yang nantinya akan disalurkan ke daerah tertinggal, terdepan dan terluar serta wilayah yang memiliki tingkat stunting yang cukup tinggi.

Menurutnya, kebijakan ini harus dipertahankan agar dapat menciptakan efek domino yang cukup baik bagi perekonomian tanah air dalam lima tahun kepemimpinan Prabowo-Gibran, dan hal itulah yang menurutnya juga diharapkan oleh pasar.

“Market respons-nya positif dengan adanya kesepakatan bahwa defisit tidak akan melampaui tiga persen dan harapannya fiskal disiplin ini akan terus dipertahankan karena ini tentunya akan sangat diapresiasi oleh rating agency yang pada akhirnya akan mempengaruhi prospek investasi ke depan. Kalau misalkan ada kecenderungan persepsi dari kredit rating agency bahwa dalam tanda kutip fiskalnya ugal-ugalan atau dipaksakan di atas tiga persen (defisit) tentu akan berpengaruh juga kepada rating kita yang bisa di-downgraded. Dan ujung-ujungnya fiskal kita tidak akan berkelanjutan,” pungkasnya. [voa]

Jaringan: VOA

Pos terkait